Cerita Oryza TK
Jelang tahun ajaran baru, saya mendaftarkan Ory ke TK.
Berdasarkan konsultasi dg Bu Eliz (Bu RW pemilik TK Permata), Ory dimasukkan ke kelas A karena usianya baru empat setengah tahun, sementara Intan dan Naila yang sudah menginjak lima tahun masuk kelas B. Sedangkan Ojan yang sebulan lebih tua daripada Ory, ibunya minta spesial ke Bu Eliz agar di kelas B karena teman akrabnya yaitu Neneng Zia yang seusia Intan dan Naila ada di kelas B, begitu pula Kinan yang masuk tahun ketiga di TK.
Day 1
Very exhausted.
Hanya perkenalan, datang jam sembilan, jam sepuluh sudah pulang.
Day 2
Masih excited, sebelum jam delapan sudah sampai di sekolah. Pulang jam sebelas, trus komen, "Kemarin cuma sebentar, sekarang koq lama."
Day 3
Obrolan after school
Ory: Ini hari apa?
Me: Rabu
Ory: (singing) Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu Minggu, itu nama-nama hari... Masih lama ya?
Me: Emang Ory nunggu hari apa?
Ory: Minggu
Me: Mau ngapain?
Ory: Mau maiiin terus, gak ke sekolah
Me: #tepokjidat
Day 4
Tegar yang sudah janjian akan bareng di kelas A malah diarahkan Bu Eliz ke kelas B karena akan masuk lima tahun Agustus yang akan datang.
After school
Me: Seru gak sekolah hari ini?
Ory: Seru kalau di kelas sih. Nyanyi, main puzzle, mewarnai, menempel...
Me: Emang kalau pas istirahat gak seru?
Ory: Rebutan mainannya
Ya begitulah... TK ini siswanya sekitar 70 orang, mainan di playground cuma 3.
Day 5
Selama 4 hari di kelas A, tiap hari ditanya apakah di kelas itu seru. Jawabnya, "Seru. Tapi gak ada teman."
Ayah Ory menyuruh minta ke Bu Eliz untuk memindahkan Ory ke kelas B, bareng teman-temannya. Alhamdulillah, Bu Eliz langsung mengijinkan.
Week 2 day 1 - Mogok
Semalam tidur agak larut, bangun jam lima tiga puluh, masih ngantuk. Mau makan, mandi, pakai baju sekolah lengkap, tapi memohon, "Ory gak mau sekolah."
Bahkan dibujuk jajan pun, "Mau jajan tapi tetap gak mau sekolah."
Ayah Ory agak marah, tapi saya sadar bahwa anak seusia Ory tidak boleh dipaksa sekolah, takutnya nanti malah trauma dan mogok sekolah selamanya.
Selepas Dzuhur, saya mau cari info tentang kelas hari ini, tapi rumah Ibu Intan tertutup, mungkin sedang istirahat. Ory main dengan Tegar. Kata mamahnya, hari ini mulai les calistung dan ada PR.
Melihat buku les Tegar, beberapa lembar terisi, semangat Ory pun mulai terbakar lagi dan janji besok mau sekolah. Alhamdulillah.
W2 D2
Bangun, berangkat dan duduk bareng Intan dan Naila.
Di rumah, saya cek lembar kerja Ory di sekolah tadi. Tanpa bintang dan tampak mulus, soalnya adalah menghitung, melingkari jumlah terkecil, mencari jalan dan menempel.
Herannya, koq benar semua? Padahal Ory belum mengenal angka dengan baik, apalagi sampai menghitung dan membandingkan jumlah lebih besar - lebih kecil.
"Ini perintahnya apa, Nak?" tanya saya sambil menunjuk lembar pertama.
Jawabnya, "Disuruh melingkari (jawaban yang benar) sama Ibu Guru."
Saling bertatapan dengan Ayah Ory. Ini artinya Ory tidak mengerti apa yang dikerjakannya. Lalu Ayah Ory membuat soal yang sama.
Dan benar saja, Ory tidak bisa.
Kami bukan ingin memaksa Ory untuk bisa, hanya sedikit kecewa karena "target" gurunya adalah mendapatkan jawaban yang benar. Padahal semestinya adalah agar anak bisa mengerti perintah soalnya, dengan demikian anak bisa mengerjakannya dengan baik.
Berdasarkan konsultasi dg Bu Eliz (Bu RW pemilik TK Permata), Ory dimasukkan ke kelas A karena usianya baru empat setengah tahun, sementara Intan dan Naila yang sudah menginjak lima tahun masuk kelas B. Sedangkan Ojan yang sebulan lebih tua daripada Ory, ibunya minta spesial ke Bu Eliz agar di kelas B karena teman akrabnya yaitu Neneng Zia yang seusia Intan dan Naila ada di kelas B, begitu pula Kinan yang masuk tahun ketiga di TK.
Day 1
Very exhausted.
Hanya perkenalan, datang jam sembilan, jam sepuluh sudah pulang.
Day 2
Masih excited, sebelum jam delapan sudah sampai di sekolah. Pulang jam sebelas, trus komen, "Kemarin cuma sebentar, sekarang koq lama."
Day 3
Obrolan after school
Ory: Ini hari apa?
Me: Rabu
Ory: (singing) Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu Minggu, itu nama-nama hari... Masih lama ya?
Me: Emang Ory nunggu hari apa?
Ory: Minggu
Me: Mau ngapain?
Ory: Mau maiiin terus, gak ke sekolah
Me: #tepokjidat
Day 4
Tegar yang sudah janjian akan bareng di kelas A malah diarahkan Bu Eliz ke kelas B karena akan masuk lima tahun Agustus yang akan datang.
After school
Me: Seru gak sekolah hari ini?
Ory: Seru kalau di kelas sih. Nyanyi, main puzzle, mewarnai, menempel...
Me: Emang kalau pas istirahat gak seru?
Ory: Rebutan mainannya
Ya begitulah... TK ini siswanya sekitar 70 orang, mainan di playground cuma 3.
Day 5
Selama 4 hari di kelas A, tiap hari ditanya apakah di kelas itu seru. Jawabnya, "Seru. Tapi gak ada teman."
Ayah Ory menyuruh minta ke Bu Eliz untuk memindahkan Ory ke kelas B, bareng teman-temannya. Alhamdulillah, Bu Eliz langsung mengijinkan.
Week 2 day 1 - Mogok
Semalam tidur agak larut, bangun jam lima tiga puluh, masih ngantuk. Mau makan, mandi, pakai baju sekolah lengkap, tapi memohon, "Ory gak mau sekolah."
Bahkan dibujuk jajan pun, "Mau jajan tapi tetap gak mau sekolah."
Ayah Ory agak marah, tapi saya sadar bahwa anak seusia Ory tidak boleh dipaksa sekolah, takutnya nanti malah trauma dan mogok sekolah selamanya.
Selepas Dzuhur, saya mau cari info tentang kelas hari ini, tapi rumah Ibu Intan tertutup, mungkin sedang istirahat. Ory main dengan Tegar. Kata mamahnya, hari ini mulai les calistung dan ada PR.
Melihat buku les Tegar, beberapa lembar terisi, semangat Ory pun mulai terbakar lagi dan janji besok mau sekolah. Alhamdulillah.
W2 D2
Bangun, berangkat dan duduk bareng Intan dan Naila.
Di rumah, saya cek lembar kerja Ory di sekolah tadi. Tanpa bintang dan tampak mulus, soalnya adalah menghitung, melingkari jumlah terkecil, mencari jalan dan menempel.
Herannya, koq benar semua? Padahal Ory belum mengenal angka dengan baik, apalagi sampai menghitung dan membandingkan jumlah lebih besar - lebih kecil.
"Ini perintahnya apa, Nak?" tanya saya sambil menunjuk lembar pertama.
Jawabnya, "Disuruh melingkari (jawaban yang benar) sama Ibu Guru."
Saling bertatapan dengan Ayah Ory. Ini artinya Ory tidak mengerti apa yang dikerjakannya. Lalu Ayah Ory membuat soal yang sama.
Dan benar saja, Ory tidak bisa.
Kami bukan ingin memaksa Ory untuk bisa, hanya sedikit kecewa karena "target" gurunya adalah mendapatkan jawaban yang benar. Padahal semestinya adalah agar anak bisa mengerti perintah soalnya, dengan demikian anak bisa mengerjakannya dengan baik.